Cerpen Bahasa Indonesia 「 Semangat 100%」



Semangat 100%

Oleh : Tahta Noercahyaning Kirana

Pagi ini pagi yang cerah. Mungkin karena Matahari menyinari langit yang baru saja menangis. Burung – burung yang bernyanyi dengan merdunya membangunkanku dari tidur lelapku diatas syajadah yang kupakai untuk sholat shubuh tadi. ‘Rupanya aku ketiduran lagi setelah berdzikir’ pikirku sambil berdiri dan bergegas mandi.
Sesudah mandi, terdengar suara Ibuku yang menyuruhku untuk sarapan dan segera berangkat sekolah. Dengan tergesa-gesa, Aku meraih tas merah favoritku dan  turun kebawah untuk sarapan. Entah apakah ini suatu kebetulan atau tidak, Ibu memasakkan makanan favoritku, nasi goreng seafood untuk sarapan pagi ini. Ayahku yang selalu berangkat ke kantor sebelum Aku bangun pun hari ini duduk manis di meja makan sambil menyeruput kopi luak dan membaca koran. Tentu aku merasakan ada yang aneh, namun semua perasaan itu kubuang dan mulai melahab nasi goreng buatan Ibu .
Setelah sarapanku habis, Aku mencium tangan Ibu dan Ayah , lalu segera berangkat sekolah dengan semangat 100%. Tak lupa sebelum berangkat, Aku menjemput sahabat karibku, Miren ,  yang kebetulan bertetangga denganku.
“Miiiir! Ayo berangkat sekolah!” seruku sambil melompat – lompat tidak sabar. Setelah Aku menunggu untuk beberapa saat dan tidak ada jawaban, Aku pun merasa aneh. Biasanya walau Miren tidak menjawabnya, Ibu atau Ayah Miren akan menjawabku. Akupun membuka pagar rumah Miren dan berjalan kearah pintu rumah Miren. “Assalamualaikum, Miren? Tante ? Paman ? apakah ada orang dirumah?” teriakku sambil mengetuk pintu rumah Miren.
Ditengah kebingunganku, tetanggaku yang bernama Bu Hani menyapaku dari depan rumahnya. “Dek, nyari Miren? Miren sekeluarga kayaknya lagi liburan ke Hawaii, lho” ucapnya sambil sedikit berteriak. Setelah Aku mendengar kabar tersebut dari Bu Hani, hatiku  yang berbunga – bunga langsung layu . ‘Yah... tidak ada teman untuk diajak kesekolah bareng, deh.. Miren juga kok enggak bilang sih kalau mau liburan ’ pikirku sambil mengerucutkan bibir.
“Oh, begitu ya. Terimakasih infonya tante”
“Iya, dek. Hati – hati ya sekolahnya”
“Iya, tante. Saya berangkat dulu, ya”
 Setelah berbincang – bincang dengan Bu Hani, Aku berangkat ke sekolah dengan semangat 60%. Hariku yang tadinya terlihat cerah mulai tertutup awan.
Sambil sedikit melamun, Aku berjalan ke arah sekolahku tanpa menyadari ada yang berbicara kepadaku.
“Dek, Adek dengar saya?” Seru seseorang yang mencegatku secepat kilat. Aku yang terkagetkan dengan kehadiran orang itu hampir terjatuh, tapi untungnya Aku menemukan tembok untuk bertumpu. “I-Iya.. ada apa , Pak?” Tanyaku kepada orang yang mencegatku tadi. Rupanya Ia adalah seorang polisi .
“Tadi ada orang yang melapor kepada kami kalau tembok rumahnya di coret – coret oleh anak kecil. Apakah Adik melihat pelakunya?”
“Tidak, Saya dari tadi hanya berjalan di jalan ini sambil sedikit melamun.”
“Hm.. begitu kah? Soalnya orang tersebut berkata bahwa Ia melihat pelaku pencoretan tembok tersebut anak kecil yang menggunakan tas merah. Apakah benar anak itu bukan kamu?”
Aku merasa.. tidak, bukan merasa lagi. Aku sudah pasti sedang dicurigai.
“Saya benar – benar tidak tahu apa – apa, Pak! Saya benar – benar hanya sedang melamun dalam perjalanan menuju sekolah”
“Begitu, ya.. apakah ada yang bisa membuktikan perkataan Adik?”
“Saya tidak tahu, Pak. Seperti yang Saya katakan tadi, Saya sedang melamun. Manamungkin Saya memperhatikan sekitar” Ucapku dengan sedikit marah. Aku memang tidak melakukan apapun, jadi Aku berhak marah karena di curigai seperti ini.
Ditengah perseteruanku dengan Pak Polisi, ada seorang pria yang terlihat seperti seorang mahasiswa datang kearah kami. “Pak, saya melihatnya tadi karena saya berjalan di belakangnya. Saya berani bersaksi kalau anak ini tidak melakukan apapun. Ia hanya terlihat melamun, seperti kesaksiannya tadi” Ujar pria tersebut sambil tersenyum. Pak Polisi yang mendengar saksi dari pria tersebut langsung meminta maaf kepadaku dan pergi.
“Kamu enggak apa – apa, dek?”  tanya pria tersebut.
“Iya. Terimakasih banyak, Mas”
“Enggak apa – apa kok dek . Hati – hati ya berangkat sekolahnya, sudah jam 06 . 57, lho”
“ Eh?” ucapku kaget. Tak kusangka karena aku berjalan sambil melamun dan dicegat polisi, jam sudah menunjukkan pukul 06.57 . Aku mengecek jam tangan Hello Kitty yang kupasang di pergelangan tangan kiriku untuk memastikan lagi, dan waktu yang tertera tidak berubah . “ Waaaah! Aku hampir telat! Terimakasih sudah mengingatkan, Mas. Saya berangkat dulu!” Seruku sambil berlari kencang menuju sekolah.
Aku berlari kencang tanpa memikirkan kanan kiriku. Kaki ini seolah menendang tanah, membuat getaran bagi para semut – semut yang ikut berjalan di sampingku.
Kejadiannya sangat singkat sehingga Aku tidak dapat mengingatnya dengan jelas. Saat Aku sadar, Aku sudah jatuh di atas kubangan air yang terbentuk karena hujan semalam. Aku tak dapat berkata apa – apa dan hanya diam meratapi rokku yang mulai menyerap air kubangan dan lututku yang mengeluarkan darah segar. Setelah sekitar 10 detik, Aku mulai bangkit dari posisiku sekarang. Yang dapat kulakukan hanya menahan tangisan yang sudah sampai di ujung mata. Aku berniat untuk kembali pulang dan berganti baju, tapi waktu telah menunjukkan pukul 07.06 yang artinya Aku sudah sangat terlambat. Aku berlari lagi tanpa mempedulikan baju dan luka yang kudapat.
Akhirnya sekolah mulai terlihat dari pandanganku. Mungkin pintu gerbang sudah tertutup, tetapi Aku tidak melambatkan kecepatan lariku dan malah mempercepatnya. Rasanya ingin sekali aku membolos sekolah. Semangat 100% ku tadi pagi terasa seperti sebuah kebohongan saja.
Kakiku berhenti tanda Aku sudah sampai di sekolah. Sayang sekali, Aku tidak dapat masuk ke dalamnya karena gerbang yang tertutup rapat. Nafasku tidak beraturan. Jantungku terasa sesak, jadi Aku memutuskan untuk beristirahat sebentar. Ditengah istirahatku, guru BK, Pak Ridho datang dari arah pintu masuk gedung. Sepertinya beliau melihatku, karena beliau langsung merubah arah jalannya menuju ke arahku.
“Waduh, rajin sekali kamu. Datangnya jam 07.10 , gerbang sampai belum terbuka” Sindir Pak Ridho. Aku tidak dapat membalas apa – apa terhadap perkataan beliau. “Pak Somad, tolong bukakan pintu gerbangnya!” perintah Pak Ridho kepada satpam sekolah, Pak Somad. Setelah pintu terbuka, Aku langsung digiring menuju kantor BK.
Sesampainya di kantor BK, Aku menceritakan semua hal yang kualami saat perjalanan menuju sekolah. Tentu saja Aku dinasihati dengan nada yang sedikit keras, tapi setelah 30 menit, Aku akhirnya dibolehkan mengikuti pelajaran. Dengan semangat 20% , Aku berjalan menuju kelasku tercinta, kelas 9 – B . Entah mengapa kelasku yang biasanya sangat heboh hari ini tenang. Mungkin didalam ada guru IPA yang terkenal killer, Bu Gina. Dengan takut – takut,  Aku membuka pintu kelas.
DOR! DOR! DOR!
Suara apa ini?!
“Selamat ulang tahun !” Seru seluruh teman sekelasku sambil menarik tali cracker . Aku yang masih dalam kondisi shock hanya bisa diam membatu di depan pintu kelas. Miren yang kupikir sedang berlibur ke Hawaii pun ada di dalam kerumunan itu. Teman – temanku mulai berhamburan memecah formasi yang mereka buat dan berlari kearahku sambil membawa kue ulang tahun yang terlihat mewah.
“Selamat ulang tahun!”
“Met ultah !”
“HBD yah!”
Teman – temanku mendorongku untuk duduk di atas kursi yang sudah disiapkan, memasangkan topi ulang tahun di kepalaku ,dan bernyanyi untukku. Aku yang masih kaget belum dapat mengucapkan sepatah katapun kepada mereka. ‘ Memang hari ini tanggal berapa?’ pikirku sambil menoleh kearah kalender kelas di atas meja guru. Tanggal 23 april . ulang tahunku? Kenapa Aku bisa lupa? Bulir – bulir air mata mulai muncul dari ujung mataku. Aku sangat terharu, teman – teman. Kenapa kalian bisa mengingat hari ulang tahunku yang bahkan diriku sendiri lupakan?
“Waaah?? Kenapa kok nangis?”
“ Lho, kalau dilihat – lihat kok bajumu basah?”
“Lututmu juga berdarah!”
Terdengar suara khawatir dari teman – teman sekelasku. Beberapa dari mereka langsung sibuk mencari obat di UKS, dan beberapa yang lainnya berusaha mencarikanku baju ganti dari kelas sebelah.Rasa haru yang menumpuk di hati ini rasanya ingin meletus.
“Teman – teman... terimakasih, ya” Ucapku sambil memeluk teman sekelasku . Rasanya seperti  semangatku sudah di charge lagi. Sekarang 100% , deh.

--------------------------------------------------------------------------------------
Author note :
Cerpen pertama yang aku tulis saat masuk SMA (><)Ini tugas sekolah, sih.. ceritanya kayak anak – anak soalnya sudah lama gak nulis cerpen (lol)  . tolong dimaafkan kalau ada kesalahkan , ya. (_ _*) semoga berguna ⸜( ´ ꒳ ` )⸝

Comments